Lintasrepublik.com, Minggu, 13 Desember 2020
Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab kembali di jadwalkan untuk dilkakukan penyelidikan oleh Polda Jawa Barat atas kasus kerumunan di Megamendung yang tidak menerap kan protokol kesehatan Covid – 19, walaupun saat ini pentolan FPI tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Humas Polda Jawa Barat, Kombes Erdi A. Chaniago mengatakan Kasus Rizieq Shihab Terkait Kasus Kerumunan di Megamendung Bogor tetap dilanjutkan meskipun Imam Besar FPI tersebut sudah di tetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
“Penyidikan tetap berjalan terus” ucap Erdi, Minggu (13/12/2020)
Saat ini penyidikan kasus Habib Rizieq Shihab di Polda Jawa Barat tetap berjalan dan akan di lakukan pemanggilan saksi-saksi termasuk Imam Besar FPI tersebut.
“Sekarang sedang berjalan pemeriksaan saksi, pekan depan masih ada pemanggilan saksi-saksi” kata Erdi, di kutip lintasrepublik.com dari CNN Indonesia.
Kemudian Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol CH Patoppoi mengatakan bahwa kasus Rizieq Shihab yang di tangani oleh Polda Jabar masih terus berjalan meskipun pentolan FPI tersebut tengah menjadi tahan Polda Metro Jaya.
“kasusnya jalan terus, besok senin 14/12/2020, penyidik Polda Jabar akan melakukan koordinasi dengan Polda Metro Jaya” kata CH Patoppoi saat di hubungi media, minggu 13/12/2020.
Kasus yang sedang di selidiki oleh Polda Jawa barat adalah saat Imam Besar FPI tersebut menghadiri acara di Pondok Pesantren Alam Agrokultural beberapa waktu lalu, masa yang hadir cukup banyak dan tidak menerapkan protokol kesehatan Covid – 19.
Polisi mengatakan ada potensi tersangka dalam dugaan pelanggaran protokol kesehatan covid 19, meski demikian, hingga saat ini penyidik belum menjerat satu pun tersangka, sebelumnya Polisi juga telah meminta keterangan sejumlah pihak, termasuk Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Kemudian, Polisi menjadwalkan undangan klarifikasi Bupati Bogor, Ade Yassin
Dalam kasus ini, Polda Jawa Barat menggunakan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Pasal 216 KUHP. (YR)