Dorong Kesadaran Warga Daerah Perifer, Dokter Internship Gencarkan Edukasi Skrining Bayi Baru Lahir di Wilayah Perbatasan Riau

Foto : dokter internship, dr. Refa Rahmaddiansyah

LINTASREPUBLIK.COM – Tambusai, Rokan Hulu – Rendahnya angka bayi yang menjalani skrining hipotiroid kongenital (SHK) di wilayah perbatasan Riau-Sumatera Utara mendorong para tenaga medis muda bergerak. Salah satunya dr. Refa Rahmaddiansyah, dokter internship yang bertugas di Puskesmas Tambusai sejak 2024. Bersama tim, ia menginisiasi program edukasi kesehatan yang menyasar langsung ibu hamil di desa-desa perifer.

Foto : dr. Refa sedang mengobati pasien

Skrining hipotiroid kongenital (SHK) merupakan pemeriksaan darah yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk mendeteksi gangguan tiroid sejak dini. Gangguan ini tidak terlihat secara kasat mata saat lahir, namun jika tidak ditangani segera, bisa menyebabkan keterlambatan tumbuh kembang hingga disabilitas intelektual permanen. Karena itu, SHK menjadi salah satu program prioritas nasional dalam mencegah stunting dan menurunkan angka kematian bayi.

Bacaan Lainnya
Foto : Kondisi Jalan

Namun, di Kecamatan Tambusai, cakupan SHK masih sangat rendah. Data Puskesmas Tambusai menunjukkan bahwa hanya sekitar 25% bayi baru lahir yang sempat menjalani pemeriksaan tersebut. Jauh di bawah target ideal pemerintah. Kesadaran yang kurang oleh karena rendahnya pengetahuan di masyarakat, ditambah kepercayaan oleh keluarga yang cenderung tidak mengizinkan pemeriksaan darah pada bayi menjadi tantangan lebih lanjut.

Melihat kondisi itu, dr. Refa menyusun program edukasi terstruktur dengan menggandeng berbagai pihak. Edukasi dilakukan melalui media poster yang mudah dipahami dan disebarluaskan di posyandu-posyandu yang aktif melayani ibu hamil. Selain penyuluhan, warga juga diberi ruang berdiskusi langsung bersama tenaga kesehatan menggunakan metode “mitos vs fakta” yang berkembang di masyarakat desa setempat.

Foto: Staf Puskesmas setempat

Proyek ini sudah dimulai sejak Februari 2025 yang menyasar posyandu-posyandu yang ada di 6 desa, termasuk daerah pedalaman kebun sawit. Responnya positif. Hasil pengukuran menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan yang signifikan di kalangan ibu hamil setelah mengikuti penyuluhan.

“Banyak ibu yang awalnya belum pernah dengar soal skrining ini, jadi kami mulai dari hal paling dasar, apa itu SHK, mengapa penting, dan bagaimana caranya. Respons mereka luar biasa, meskipun cukup menantang,” kata dr. Refa Rahmaddiansyah kepada lintasrepublik.com, Rabu 16/7/2025.

Tidak hanya menyasar masyarakat, dr. Refa juga melakukan advokasi ke pemangku kepentingan lokal, seperti kepala desa dan tokoh masyarakat. Mereka menyambut baik inisiatif ini dan berharap kegiatan serupa bisa terus berlanjut.

Foto : Edukasi kepada kader dan ibu hamil

“Kami sangat senang warga kami mendapat informasi penting seperti ini. Kesehatan anak-anak kami adalah masa depan desa,” ungkap salah seorang kepala desa setempat.

Secara nasional, program SHK mulai menunjukkan peningkatan. Kementerian Kesehatan RI mencatat bahwa hingga akhir 2023, lebih dari 1,2 juta bayi sudah menjalani skrining, dan jumlah itu terus bertambah. Namun, tantangan di lapangan masih besar, terutama di daerah pedalaman yang akses informasinya terbatas dan fasilitas kesehatannya belum memadai.

Melalui program ini, dr. Refa berharap akan semakin banyak ibu hamil yang paham dan bersedia melakukan skrining pada bayinya setelah lahir.

“Kalau edukasi ini konsisten dilakukan, bukan tidak mungkin cakupan SHK di Tambusai bisa mendekati target nasional. Ini langkah kecil, tapi dampaknya bisa besar bagi masa depan anak-anak kita,” tuturnya.

Untuk menjamin keberlanjutan program ini, dr. Refa juga menyusun rencana aksi lima tahun ke depan yang melibatkan komitmen bersama para pemangku kepentingan desa. Melalui advokasi berkelanjutan, kepala desa, tokoh masyarakat, serta aparat desa lainnya diajak menyusun strategi bersama guna menjadikan edukasi SHK sebagai bagian dari program kesehatan rutin desa.

Sebagai bagian dari upaya memperkuat dampak, dr. Refa turut menggandeng staf Puskesmas Tambusai, para bidan desa, dan kader kesehatan sebagai ujung tombak penyuluhan di lapangan. Mereka dilatih dan dibekali materi agar bisa menjadi perpanjangan tangan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat secara berkesinambungan, bahkan setelah masa pengabdian dokter internship berakhir.

Dengan sinergi lintas sektor ini, program edukasi SHK diharapkan tidak hanya menjadi kegiatan sementara, melainkan menjadi bagian dari gerakan kesehatan masyarakat yang berkelanjutan di Kecamatan Tambusai.

 

Foto : Bersama perangkat Desa setempat